REVISI UU PENYIARAN BUKAN UNTUK KEMUNDURAN

24-03-2011 / KOMISI I

Undang-undang no.32 tahun 2002 tentang Penyiaran merupakan usul inisiatif DPR RI yang lahir pasca reformasi. Kehadiran produk legislasi yang mendapat dukungan penuh dari LSM, dinilai berhasil membuat aturan penyiaran yang demokratis.

“Setelah berjalan 8 tahun lebih, sebenarnya undang-undang ini belum berjalan sepenuhnya. Penolakan lebih banyak dilakukan oleh para konglomerat media,” kata anggota Komisi I Effendi Choiri dalam acara Forum Legislasi di ruang wartawan, Gedung Nusantara III, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta Rabu (23/3/11).

Ia menggambarkan undang-undang ini mengamanatkan lahirnya komisi independen yang mengatur penyiaran, namun kewengannya dipreteli oleh pemerintah. Hal lain yang diatur adalah dilarangnya monopoli berita, dan kepemilikan – diversity of ownerships and plurality of contens sehingga dunia penyiaran diharapkan tersebar tidak hanya di Jakarta tetapi juga di daerah lewat stasiun penyiaran lokal.

“Saya berharap proses revisi yang saat ini sedang dibahas DPR bukan mundur kebelakang tetapi lebih maju. Perlu diperhatikan lobi konglomerat media terhadap pemerintah dan kemungkinan anggota DPR,” tegas Effendi yang terlibat dalam membedah kelahiran undang-undang ini. Menurutnya revisi yang masuk program legislasi tahun 2011 sudah sampai pada tahap menghimpun masukan dari para pakar.

Sementara itu anggota Komisi I dari FPD Roy Suryo menyebut ada beberapa hal yang perlu direvisi agar UU Penyiaran dapat mengantisipasi perubahan zaman. Ia menambahkan kehadiran era digital belum diakomodir padahal teknologi ini diharapkan dapat menjadi solusi bagi kekisruhan frekuensi yang merupakan ranah publik terbatas. “Ribut-ribut masalah merger stasiun televisi sebenarnya dapat diselesaikan apabila teknologi digital telah efektif berjalan,” tegasnya.

Hal lain menurut politisi yang juga pakar telematika ini adalah pengaturan lembaga rating. Selama ini masyarakat mempertanyakan kredibilitas hasil rating yang prosesnya dinilai tidak transparan. DPR sudah mendalami permasalahan ini dalam beberapa rapat dengan mengundang perusahaan penyelenggara rating. Ia berharap beberapa aturan menjadi bagian dari revisi undang-undang.

Bicara dalam diskusi yang sama pakar komunikasi dari Universitas Indonesia, Effendi Ghazali berpendapat Komisi Penyiaran Indonesia seharusnya bisa berperan dalam memeriksa keterandalan dan transparansi penyelenggaraan Riset Khalayak Penyiaran. “Penyelenggara riset wajib menyediakan data dan keterangan yang diminta KPI serta wajib menerima kegiatan audit yang dilakukan KPI,” tambahnya.

Ia juga menyoroti proses merger dan akuisisi stasiun televisi yang menurutnya melanggar undang-undang penyiaran. “Merger seperti SCTV dengan Indosiar itu tidak boleh terjadi. Kepemilikan dan penguasaan lembaga penyiaran swasta oleh satu orang atau satu badan hukum penyiaran pada satu wilayah siaran,” ujarnya. Baginya tidak dapat dibenarkan proses merger atas dasar undang-undang lain seperti UU Perseroan Terbatas atau UU Anti Monopoli yang kemudian meniadakan aturan dalam UU Penyiaran.

 

Effendi Ghazali memaparkan dibeberapa negara maju  fungsi Independent Regulatory Body seperti KPI ini malah diperkuat. Negara tidak perlu campur tangan lagi. Sedangkan di Indonesia pemerintah berdasarkan PP no 50 tahun 2005, kewenangan KPI dipreteli menjadi tinggal 9 saja sedangkan 32 peran lain diambil pemerintah.Ia juga mencatat maraknya fenomena Ali Baba, namanya si Ali ternyata yang punya si Baba dalam perusahaan penyiaran yang jelas bertentangan dengan undang-undang. “Dari pada semakin tidak karuan lebih baik tidak ada UUPenyiaran dan bubarkan saja KPI,” tandasnya. (iky)

BERITA TERKAIT
Indonesia Masuk BRICS, Budi Djiwandono: Wujud Sejati Politik Bebas Aktif
09-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Budisatrio Djiwandono menyambut baik masuknya Indonesia sebagai anggota BRICS. Budi juga...
Habib Idrus: Indonesia dan BRICS, Peluang Strategis untuk Posisi Global yang Lebih Kuat
09-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Keanggotaan penuh Indonesia dalam aliansi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) menjadi isu strategis yang...
Amelia Anggraini Dorong Evaluasi Penggunaan Senjata Api oleh Anggota TNI
08-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini mendorong evaluasi menyeluruh penggunaan senjata api (senpi) di lingkungan TNI....
Oleh Soleh Apresiasi Gerak Cepat Danpuspolmal Soal Penetapan Tersangka Pembunuhan Bos Rental
08-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Tiga anggotaTNI Angkatan Laut (AL) diduga terlibat dalampenembakan bos rental mobil berinisial IAR di Rest Area KM...